Minggu, 03 Juni 2012

SITUS BUNI PASAR EMAS - Menelusuri Jejak Sang Naga Emas


Sebut saja namanya Amad (nama samaran), seorang bocah berusia sekitar 8 tahunan asal kampung Buni Pasar Emas, yang tinggal di lokasi Situs Buni Pasar Emas. Seperti kebanyakan anak seusianya, dia biasa bermain tak jauh dari rumahnya yang merupakan kawasan perkebunan di mana sebagian besar warga kampung tersebut mencari nafkah dari mengolah kebun-kebun mereka sebagai mata pencaharian utama kala itu.
Siang itu, Amad tengah asyik bermain-main di tanah kebun di dekat rumahnya sampai suatu ketika sesuatu yang menyembul di permukaan tanah menarik perhatiannya. Amad mendekatinya dan menyentuhnya. Dia mencoba menarik benda tersebut dari dalam tanah namun terasa agak sedikit keras bagi tenaga anak seusianya. Tapi dia terus mencoba, dan dengan sedikit usaha akhirnya dia berhasil menarik keluar benda itu dari dalam tanah sepenuhnya. Amad seketika mengerenyitkan keningnya melihat benda yang tak seberapa besar di tangannya. Diperhatikannya lama-lama namun dia menjadi bingung sendiri karena benda itu tak pernah dilihatnya selama ini.
Penuh rasa ingin tahu, Amad akhirnya membawa pulang benda temuannya itu. Sesampainya di rumah, ayahnya tampak sedang duduk di beranda. Langsung saja Amad menyorongkan benda temuannya itu ke hadapan orang tuanya.
“Ba, ini maenan apaan ya ?” Begitu tanya Amad. Sang ayah menoleh dengan raut datar sampai pada saat pandangannya tertumpu pada benda yang ada di tangan anaknya. Seketika ayahnya mengambil benda tersebut dan diperhatikannya dengan seksama. Benda itu berbentuk lingkaran berukir berbentuk seperti seekor ular, ular naga, tepatnya. Dengan sebagian besar bermotif sisik dan pada satu bagiannya berbentuk kepala ular bertanduk yang sedang menggigit ekornya sendiri namun dilengkapi dengan empat buah kaki, dua di dekat ekor dan dua di dekat bagian kepala. Dan yang paling membuat jantung ayah Amad berdegup kencang adalah warna benda tersebut yang kuning emas. Diperhatikannya lebih seksama dan mencoba mencari tahu bila benda itu benar-benar terbuat dari emas atau bukan melalui cara yang dia pernah tahu dan dengar, sampai akhirnya dia benar-benar merasa yakin, setidaknya menurutnya, bahwa benda itu benar-benar terbuat dari emas. Sampai pada kesimpulan itu, sang ayah segera bertanya dengan penasaran pada Amad yang sejak tadi masih berada di dekatnya.
“Mad, dapet dari mana ini, tong ?”
“Nemu”. Jawab Amad singkat. Ayahnya seketika terbelalak.
“Nemu ? di mana ?” Tanyanya tak sabar.
Noh, di sono”. Jawab Amad tenang sambil menunjuk ke arah di mana tadi dia menemukan benda tersebut. Ayahnya menoleh ke arah yang ditunjuk anaknya.
“Di kebon ?” Tanyanya ayahnya lagi. Amad mengangguk. Segera saja ayahnya menggamit lengan Amad dan menuntunnya ke arah yang tadi ditunjuk anaknya. “ayo, tong! Ayo tong! Anterin Baba ke sono!”
Amad pun mengantar ayahnya ke tempat dia menemukan benda tersebut. Sesampainya di lokasi yang ditunjukkan Amad, ayahnya segera menggali tanah di tempat tersebut dan mencari-cari dengan harapan akan mendapatkan benda yang sama lagi.
Sebelumnya, memang sudah sering warga setempat menemukan benda-benda perhiasan dari emas di lokasi tersebut, seperti halnya Baba Ahmad Safi’udin yang sudah seringkali menemukan benda-benda perhiasan dari emas di tanah kebun miliknya, yang sekarang menjadi tempat yang disebut Situs Buni Pasar Emas. Dan Baba Ahmad Safi’udin sampai saat ini masih menyimpan beberapa benda temuannya seperti perhiasan emas, batu-batu akik, tembikar dan pecahan-pecahannya serta benda-benda lain yang dipercaya merupakan benda-benda peninggalan sejarah kehidupan masyarakat setempat di masa lalu. Hal ini yang membuat ayah Amad merasa yakin kalau benda yang tadi ditemukan anaknya adalah benda yang terbuat dari emas, seperti yang pernah ditemukan warga-warga lain sebelumnya di tanah kebun pribadi di sekitar kediamannya.


(Gambar ini hanya merupakan rekaan saya semata menggunakan aplikasi pengolah gambar komputer yang diambil dari satu situs internet. Lalu saya mencoba membentuknya berdasarkan apa yang dituturkan Baba Ahmad Safi’udin mengenai bentuk asli dari Naga Emas yang ditemukan di Situs Buni Pasar Emas tersebut, karena terus terang, Saya sendiri belum pernah melihatnya sama sekali)


Sekian lama mencari, akhirnya ayah Amad menemukan sesuatu. Walau tak sama dengan apa yang ditemukan Amad sebelumnya, tapi benda yang ditemukannya kali ini pun berwarna sama, Kuning Emas. Benda itu berbentuk seperti dua helai daun bambu. Di bagian tengah pada pertemuan bentuk helai daun bambu, terdapat lingkaran kecil, sedangkan pada masing-masing ujung berlawanan dari bagian bentuk daun bambu, bentuknya melengkung setengah lingkaran. Benda ini kemudian diperkirakan merupakan hiasan yang biasa digunakan pada bagian kening, sedangkan bagian yang berbentuk setengah lingkaran difungsikan untuk kaitan ke telinga pemakainya. Begitu kira-kira menurut penuturan Baba Ahmad Safi’udin yang pernah mencoba mengenakannya langsung di keningnya saat ayah Amad mendatanginya dan menunjukkan benda-benda temuannya tersebut.
Sungguh disayangkan, karena tak seperti halnya Baba Ahmad Safi’udin, ayah Amad lalu memutuskan untuk membawa benda-benda temuannya tersebut ke toko emas dengan tujuan akan menjualnya bila benda-benda tersebut adalah benar-benar emas adanya. Baba Ahmad Safi’udin menyesalkan hal itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena benda itu memang ditemukan oleh ayah Amad di kebun miliknya yang secara langsung berarti pula menjadi benda-benda miliknya, setidaknya, begitu menurut anggapan para warga setempat, yang belum maklum mengenai status benda-benda peninggalan sejarah, atau mungkin pula, karena setelah sekian lama, pun hingga hari ini, tak ada upaya serius yang terlihat dari pihak yang berkompeten terhadap masalah peninggalan sejarah untuk mengelolanya atau paling tidak menjadikannya situs peninggalan sejarah resmi milik daerah yang dilindungi. Entah mungkin karena benda-benda perhiasan emas telah habis ? Entah batu-batu, pecahan tembikar ataupun tulang-belulang manusia masa lampau hanya dihargai sebatas sebutannya sebagai benda-benda yang tak gemerlap ?
Ayah Amad, sesuai rencananya, lalu membawa benda-benda temuannya ke Pasar Babelan, Bekasi. Dia mendatangi salah satu toko emas di sana dan menunjukkan benda-benda temuannya itu. Dan benar, benda-benda itu memang terbuat dari emas. Begitu menurut sang pemilik toko yang akhirnya tanpa berpikir panjang langsung bersedia membayar benda-benda tersebut. Konon, semua benda-benda itu dijual dengan harga sekitar 6 (enam) juta rupiah (pada saat tulisan ini dibuat, tahun 2012).
Dan selesailah sudah cerita Naga Emas yang bahkan belum sempat diceritakan sama sekali.
Dia, sudah pergi, entah ke mana. Pergi tanpa menyisakan banyak jejak cerita dan sedikit kebanggaan pun pada masyarakat setempat di masa kini.
Cinta tak harus memiliki, begitu konon katanya, demikian pula dengan sisa-sisa peninggalan sejarah di situs Buni Pasar Emas. Jadilah saja Sejarawan, tapi tak harus menjadi bagian dari sejarah itu sendiri, atau jadilah saja Budayawan, yang tak selalu harus menjadi pemilik dari kebudayaan itu sendiri.
Hanya sedikit sekali yang tersisa, mohon, tolong, tolong dan tolong, biarkan yang tinggal sedikit itu tetap menjadi milik masyarakatnya bersama. Jangan tergoda untuk memilikinya secara pribadi, bahkan bila seandainya merasa sangat mampu menggoda hasrat sang penjaga benda-benda peninggalan sejarah tersebut untuk melepasnya dengan suatu nilai penawaran tertentu.
Karena, yang tersisa dari apa yang pernah ditemukan di tempat yang kini disebut sebagai Situs Buni Pasar Emas tinggallah pecahan tembikar yang masih teronggok di sudut rumah Baba Ahmad Safi’udin, begitu pula tulang-belulang manusia-manusia masa lalu yang terbungkus begitu saja di dalam karung seharga lima ribu rupiah...




3 komentar:

  1. Sayang sekali kalau pemerintah tidak peduli terhadap peninggalan sejarah...

    BalasHapus
  2. bener. kenyataannya, sampe sekarang belon ada tindak lanjut dari pemerentah bekasi. malah'an nyeng ada, ini lokasi bakal digusur kerna mao dibangun proyek pembangkit listrik. udah ada kunjungan dari wakil-wakil rakyat nyeng (mudah-mudahan emang bener-bener) peduli. Mudah-mudahan ada hasil nyeng positif buat kelestarian situs ini

    BalasHapus
  3. Lokasinya belah mana sih bang? Kaga ada foto lokasi yak?

    BalasHapus